ANGKOLA KONSELING MINISTRY

Jumat, 13 Mei 2011

Trauma Konseling


TRAUMA KONSELING
I.                   Latar Belakang Masalah
Pada tahun 2010 ini tepatnya sejak bulan September hingga sekarang Indonesia dilanda oleh berbagai macam bencana yang mengancam jiwa manusia seperti ancaman Gunung Sibayak di tanah Karo Sumatra Utara, Banjir di Wasior, Letusan Gunung merapi di Jawa Tengah, sunami di Mentawai Sumtra Barat, serta ancaman gunung anak Krakatau dan Bromo. Tidak bisa disanggal kejadian-kejadian ini sudah menjadikan kehilangan, kemarahan, ketakutan, ketidak nyamanan bagi manusia yang melihat terlebih yang mengalami secara langsung kejadian bencana-bencana ini.
Demikian juga dengan kejadian-kejadia yang diberitakan atau yang dilihat sendiri adanya tindakan-tindakan kekerasan, penganiayaan yang tidak  habis-habisnya terjadi setiap hari. Ada juga kesalahan-kesalahan manusia seperti, kesalahan medis, tabrakan, kematian mendadak dan sebagainya. Tidak jarang hal ini akan menjadikan ketakutan, kecemasan serta ketegangan bagi manusia. dari bebrapa kejadian yang terjadi (meskipun belum kita survey secara data pasti) bukanlah suatu yang berlebihan bila dikatakan bahwa disekitar kita telah meningkat trauma-trauma yang di alami oleh manusia. Dimana setiap mereka membutuhkan pertolongan/pendampingan agar mereka lepas dari perasaan yang menghantui mereka.
Melalui sajian ini kita akan membahas mengenai apakah itu trauma, mengapa orang bisa trauma serta hal apa yang dapat dilakukan untuk menolong orang yang dalam atau postrauma.  

2. Etimologi
Trauma berasal dari bahasa Yunani trauma atau traumatos dalam bahasa psikiater, kata ini berarti suatu pengalaman emosional atau peristiwa yang mengejutkan dan peristiwa ini memiliki dampak kejiwaan yang berkelanjutan. Jadi secara etimologi, peristiwa traumatis adalah peristiwa yang di dalamnya melibatkan pengalaman emosional dan mengejutkan sehingga berdampak dalam jiwa atau batin seseorang pada masa kecil, remaja, ataupun dalam kehidupan keluarga.[1]
Trauma bisa diakibatkan oleh manusia (pelecehan seksual, pembunuhan dll) atau bencana alam, perang, kekerasan, kecelakaan dan tindakan-tindakan medis. Atau secara singkat dikatakan trauma disebabkan  oleh berbagai macam hal, namun ada aspek umum yang menjadikan orang trauma yaitu benturan pemahaman seseorang terhadap dunia maupun manusia sehingga dia mearasa berada dalam suatu situasi yang kacau, tidak aman akhirnya dia menjadi shock. [2]
Efek aftershock ini baru terjadi setelah beberapa jam, hari, atau bahkan berminggu-minggu. Respon individual yang terjadi umumnya adalah perasaan takut, tidak berdaya, atau merasa ngeri. Kondisi tersebut disebut juga dengan stres pasca traumatik atau Post Traumatic Stress Disorder/ PTSD

3. Pendalaman
Setiap  orang  akan memiliki respond yang berbeda terhadap suatu masalah. Ada orang yang mengangap bahwa sesuatu hal itu adalah berat sehingga dengan kejadian yang terjadi hati/perasaannya terluka akhirnya ia menjadi trauma. Di sisi lain ada orang yang menganggap suatu kejadian yang terjadi merupakan biasa-biasa saja dalam artian tidak melukai hati/perasaannya. Oleh karena itu yang  menjadikan orang trauma atau tidak bukan tergantung kepada kejadian melainkan terkantung kepada bagaimana seseorang menanggapi suatu kejadian.
Meskipun demikian ada juga orang yang tidak menyadari dengan pasti mengapa ia memiliki ketakuatan yang luar bisa terhadap seseuatu mahluk, benda atau kejadian. Karena bisa saja hal itu sudah lama berada dalam bawah alam sadar namun oleh karena muncul kembali, ketakutan yang lama muncul kebali dan ia ternyata sudah mengalami trauma.
Setelah pengalaman traumatik, seseorang bisa saja mengalami kembali trauma secara mental dan psikologis, sebab itu bagi orang yang mengalami trauma terhadap suatu event, mereka akan berupaya untuk menghindari hal-hal yang mengingatkan pada trauma tersebut. Karena bagi mereka hal itu merupakan yang tidak mengenakkan serta menyakitkan. Oleh karena itu orang yang trauma mencari pelarian untuk menghilangkan perasaannya seperti minum alcohol, panik yang luar biasa ketika ia dingingatkan, atau di hadapkan dengan hal-hal yang membuat dia trauma. Karena bagi orang yang memiliki traumatic event, dengan mengalami kembali kejadian yang hampir sama akan menjadikan tubuh dan pikirannya aktif untuk bergumul  kembali. [3]
Banyak orang  yang menganggap bahwa perasaan traumanya sebagai sesuatu penyakit yang permanen. dengan pemahaman itu mereka menjadi berupaya nyaman dengan  perasaan trauma yang mereka miliki dan akhirnya  mereka percaya bahwa feeling traumatic mereka tidak dapat di sembuhkan. Hal ini akan menjadikan suatu perasaan putus asa, dan mereka menjadi kehilangan kepribadian dan menjadi depresi.[4]

3.1 Etiologi[5]
Ada bebrapa tangapan pemicu trama diantaranya:
-         Etiologi Psikoanalisis
Bisa disebabkan pengalaman masa lalu yang tanpa disadari individu telah membuat individu menjadi trauma dan cemas berlebihan. Dengan kata lain, ada konflik – konflik tak sadar yang tetap tinggal tersembunyi dan merembes ke syaraf kesadaran.
-         Etiologi Kognitif
Adanya cara berpikir yang terdistorsi dan disfungsional, bisa meliputi beberapa hal seperti : prediksi berlebihan terhadap rasa takut, keyakinan yang self – defeating atau irasional, sensitiviras berlebihan terhadap ancaman, sensitivitas kecemasan, salah mengatribusikan sinyal – sinyal tubuh,serta self – efficacy yang rendah
-         Etiologi Behavioral
Etiologi terjadinya PTSD dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan behavioral dengan kerangka pikir conditioning. Dalam perspektif classical Conditioning, pengalaman traumatis berfungsi sebagai stimulus tak terkondisi yang dipasangkan dengan stimulus netral seperti sesuatu yang dilihat, suara, dan bau yang diasosiasikan dengan gambaran trauma. Pemaparan terhadap stimuli yang sama atau hampir sama memunculkan kecemasan yang diasosiasikan dengan PTSD

3.2 Post Traumatic Stress Disorder
      Akibat yang ditimbulkan oleh trauma disebut pasca trauma, diukur dari beberapa aspek: Jenis, bentuk, frekuensi, durasi, pihak atau peristiwa traumatik. Trauma dapat dialami langsung atau tidak langsung oleh individu dan tetap menimbulkan efek traumatik.  Dengan demikian, menyaksikan peristiwa traumatic yang dialami oleh orang lain dapat menimbulakan efek trauma juga.
Bagi sebagian orang yang mengalami trauma akan muncul symptom[6]: Symtomps yang muncul pada Post Traumatic Stress Disorder meliputi:
1.  Ingatan atau bayangan mencengkeram tentang trauma, atau merasa seperti kejadian terjadi kembali ("Flashbacks").
2. Respon-respon fisik seperti dada berdebar, munculnya keringat dingin, lemas tubuh atau sesak nafas saat teringat atau berada dalam situasi yang mengingatkan pada kejadian.
3. Kewaspadaan berlebih, kebutuhan besar untuk menjaga dan melindungi diri.
4. Mudah terbangkitkan ingatannya bila ada stimulus atau rangsang yang berasosiasi dengan trauma (lokasi, kemiripan fisik atau suasana, suara dan bau, dan sebagainya).
Untuk beberapa orang bisa terjadi[7] :
1.      Mimpi buruk, gangguan tidur
2.      Gangguan makan: mual dan muntah, kesulitan makan, atau justru kebutuhan sangat meningkat untuk mengkonsumsi makanan
3.      Ketakutan, merasa kembali berada dalam bahaya
4.      Kesulitan mengendalikan emosi atau perasaan, misalnya menjadi sensitif, cepat marah dibanding biasanya dan suasana hati bisa berubah secara dramastis, bisa menjadi cemas atau nerveous atau bahkan menjadi depresi.
5.      Kesulitan untuk berkonsentrasi atau berpikir jernih atau membuat keputusan-keputusan serta lebih mudah bingung.
6.      Gejala-gejala fisik bisa menyertai stress yang ekstrim. Umpamanya saja timbul sakit kepala. Mual dan nyeri dada dan memerlukan perhatian medis.


3.3 Terapi untuk orang yang mengalami tauma
Beberapa cara untuk mengatasi trauma diantaranya:
1.      Menngali penyebab terjadinya trauma, sikonselor membibing konseli untuk terbuka akan akar pahit yang di alaminya dengan memfasilitasi konseli mengingat kembali bagaimana suatu even terjadi.
2.      Kembali lagi pada peristiwa saat itu, dan mengeluarkan emosi yang seharusnya dia keluarkan saat itu. Tentunya dengan bantuan seorang ahli terapi dia mengunjungi kembali saat itu dan mengeluarkan perasaannya yaitu perasaan takut, marah, diekspresikan semua.
3.      Setelah itu baru masuk ke yang disebut di dalam ilmu terapi ke arah yang bersifat kognitif. Yaitu penyembuhan kognitif artinya dia akan diajar atau mulai belajar melihat hidup ini atau situasi ini dengan kaca mata yang berbeda diantaranya:
-         Terapi behavior lewat proses khusus yang melibatkan pengandaian mental dari peristiwa yang memicu traumatik dan disandingkan dengan terapi relaksasi. Dengan teknik ini, penderita akan menanggulangi rasa takutnya pada pemicu trauma. Disini digunakan tehnik rileksasi sembari konseli dibimbing dengan cermat agar mau mengungkapkan cerita mengenai peristiwa traumatis.
-         Terapi kognitif untuk menghadapi efek peristiwa penyebab trauma. Terapi dengan cara si penderita bercerita bisa membantu penderita mengurangi kenangan buruk masa silam.  Kemudian seorang dibimbing belajar tahap demi tahap untuk mengembangkan strategi-strategi menenangkan diri dan menguasai situasi-situasi yang bisa menyebabkan timbulnya kecemasan. Terapi ini membantu konseli untuk menata pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan sehingga mereka bisa hidup normal tanpa ada perasaan terancam. [8]
-         Terapi psikodinamik dengan memaparkan kembali penderita terhadap peristiwa traumatik namun dengan lingkungan yang lebih mendukung. Dengan terapi ini, penderita akan memahami perasaan sadar dan tak sadar terhadap peristiwa yang mempengaruhinya tersebut dan belajar menerima kondisi.
-         Terapi gestalt yaitu menkonfrontasi pikiran traumatisnya dengan mengungkapkannya kembali.
-         Terapi Rasinal emotif dengan cara merasionalisasikan kejadian yang telah terjadi. Dll.
Terapi bermain: Terapi bermain biasasanya dilakukan kepada anak-anak. Hal ini dilakukan karena  anak-anak belum dapat mengekpresikan diri mereka sendiri secara tepat pada tingkar verbal.  Bermain dapat membantu anak dalam perkembangan mereka dan tehnik yang tepat untuk mengontrol lingkungan. Dua pendekatan utama terapi bermain adalah psiko dinamika dan Client Centered. [9] artinya Konselor yang berpusat pada klient  tau anak mengikuti apa yang diarahkan anak, memusatkan pada kekuatan anak, merefleksikan perasaan anak, percaya kepada potensi anak yang dapat bertumbuh dan berubah, dan mengunakan traupetik dengan kehangatan, penerimaan dan hubungan yang berdasarkan empatik.
Dalam setiap terapi ini pasien diarahkan untuk mengenali bagian-bagian paling menakutkan dalam peristiwa itu. `'Tujuannya, untuk melatih otak agar otak tidak sensitif lagi pada peristiwa tersebut, Melalui terapi ini pasien akan diarahkan untuk mendukung, memperkuat, dan memperbarui mekanisme adaptasi. `'terapis akan membantu untuk meredakan perasaan bersalah, marah, sedih, depresi, cemas, dan mengurangi problem mental yang ada,'' Selain itu, lanjut Tjhin, upaya lain adalah menghindarkan pasien dari pikiran-pikiran, perasaan, orang, tempat, atau apa pun yang dapat membangkitkan ingatan akan peristiwa traumatik yang pernah dialami.
Refleksi dan Kesimpulan
      Orang-orang yang mengalami trauma sesungguhnya diakibatkan oleh luka-luka batin yang belum bisa untuk diselesaikan. Tidak jarang keberadaan trauma ini akan berdampak kepada hubungan yang tidak baik dengan Tuhan. Sering orang yang trauma melihat Tuhan tidak adil, Allah tidak memihak kepada mereka. Luka batinnya menjadikan dia terfokus kepada masalahnya dan erkadang juga berusaha melarikan diri dari perasaan yang sesungguhnya yang di alaminya.
      Tingkah laku orang yang trauma adalah cemas, merasa tergangu rasa amanya terutama bila dia dihadapkan dengan sesuatu yang menurut dia dapat mebahayakan dia. Selain itu ketika ia semakin menghindar dari traumanya maka akan muncul perasaan minder dan tidak percaya diri. Ketidak mampuan untuk mengontrol emosi merupakan yang sering terjadi juga.
      Trauma konseling ingin menjadikan seseorang dapat berdamai dengan akar pahit yang dia alami dan memulihkan seseorang perasaan taumatis event sehingga ia mampu untuk menhadapi kepahitan-kepahitan yang ada.
Terkadang manusia menanamkan peristiwa yang memberatkan dalam dirinya sehingga ia semakin tidak berdaya. Ia melarikan diri dari keberadaannnya sehingga dia tidak sembuh. Dalam Yohanes 5, ketika Yesus bertemu dengan seorang yang sakit 36 tahun di kolam Betesda, karena dia mulai putus asa dengan keberadaannya dan ia mulai nyaman dengan stigma saya tidak mungkin sembuh, Yesus memberitanggung jawab kepadanya dengan berkata , “maukah engkau sembuh”? kalimat ini sangat cocok untuk orang yang mengalami trauma, dimana tanggung jawab kesembuhannya di mulai dari keinginan untuk sembuh. Dengan keinginan itu dia akan diberikan tanggung jawab untuk berupaya untuk kesembuhannya dan Yesus tetap berkuasa hingga kini untuk mengangkat luka batin setiap orang percaya, asalkan dia mau sembuh.

Kepustakaan

1.      Albana Anne Marie, Mendampingi Anak Paska Trauma, Jakarta, Prestasi Pustaka, 2006, hlm 81-82
2.      A.P. DePrince& Freyd, J.J. (2002). "The Harm of Trauma: Pathological fear, shattered assumptions, or betrayal?" In J. Kauffman (Ed.) Loss of the Assumptive World: a theory of traumatic loss. (pp 71–82). New York: Brunner-Routledge.
3.      Chaplain,. J.P Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta, Raja GRafindo Persada, Hlm 498
4.      Eve B Carlson,.; Josef Ruzek. "Effects of Traumatic Experiences: A National Center for PTSD Fact Sheet". National Center for Post-Traumatic Stress Disorder. Archived from the original on 2004-06-12. http://www.vac-acc.gc.ca/clients/sub.cfm?source=mhealth/factsheets/effects
5.      Frank B. Minirth, Kebahagiaan Sebuah Pilihan, Jakarta, BPK-GM, 2001, hlm 13.
6.      Maria Agnes Layantara, Luka Batin, Jakarta, Yayasan Maranatha Krista, 2001


[1] Agnes Maria Layantara, Luka Batin, Jakarta, Yayasan Maranatha Krista, 2001, hlm. 8
[2] DePrince, A.P. & Freyd, J.J. (2002). "The Harm of Trauma: Pathological fear, shattered assumptions, or betrayal?" In J. Kauffman (Ed.) Loss of the Assumptive World: a theory of traumatic loss. (pp 71–82). New York: Brunner-Routledge.
[3] ^ a b c Carlson, Eve B.; Josef Ruzek. "Effects of Traumatic Experiences: A National Center for PTSD Fact Sheet". National Center for Post-Traumatic Stress Disorder. Archived from the original on 2004-06-12. http://www.vac-acc.gc.ca/clients/sub.cfm?source=mhealth/factsheets/effects
[4] Depresi merupakan suatu perasaan yang menggagu hati yang menyangkut kepada hal yang ringan sampai yang bersifat kejiwaan, psikoanalisis. Frank B. Minirth, Kebahagiaan Sebuah Pilihan, Jakarta, BPK-GM, 2001, hlm 13.
[5] Penyelidikan mengenai relasi kasual (sebab musebab) dalam penyakit.
[6] Dalam pantologi medis dan psikologis, merupakan suatu indikator hadirnya suatu penyakit. J.P Chaplain, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta, Raja GRafindo Persada, Hlm 498
[7] Ibid, Carlson, Eve B.
[8] Anne Marie Albana, Mendampingi Anak Paska Trauma, Jakarta, Prestasi Pustaka, 2006, hlm 81-82
[9] Ibid, Anne Marie Albana hlm  92

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

konseling space