ANGKOLA KONSELING MINISTRY

Jumat, 13 Mei 2011

SEJARAH KE KRISTENAN DI DESA DAMPARAN



Kristen di Damparan
Sebelum masyarakat Tapanuli Selatan menganut agama Kristen dan Islam mereka menganut paham animisme dan dinamisme yaitu agama asli nenek moyang atau yang sering juga disebut dengan agama Parbegu. Mereka  Menyembah berhala, gunung, pohon, sungai, karena menganggap ada kekuatan yang besar pada tiap-tiap benda tersebut yang berkuasa atas hidup manusia. mata pencaharian mereka adalah bercocok tanam, beternak dan berdagang, kegiatan perdagangan biasanya diadakan seakali dalam seminggu dan orang-orang bertemu di pasar untuk menjual barang dagangannya.[1] Kehidupan masyarakat sering sekali diwarnai dengan permusuhan yang timbul antar kampung dan pembunuhan mengakibatkan pembalasan dendam yang berlarut-larut secara turun-temurun. Setiap langkah dan usaha di kuasai oleh aturan adat dan agama yang keras. Tetapi seiring dengan masuknya ajaran agama masyarakat hidup dalam toleransi beragama dan menjalin komunikasi yang baik dengan semua orang.

Masuknya Injil ke Tapanuli Selatan
Tahun 1856 G Van Asselt tiba di Sipirok dan bermaksud meneruskan perjalanannya lebih jauh ke daerah pedalaman. Dia diutus oleh Pendeta Witteveveen dari Zending Emerlo (Holland). Tetapi pemerintah Belanda melarang dia kesana karena peristiwa pembunuhan Munson dan Lyman. Akhirnya G van Asselt tiba di Sumatera Barat, ia bekerja di perkebunan Kopi yang dikuasai oleh kantor perdagangan Belanda di Angkola dan di Sipirok dan dari situ PI dimulai dikalangan masyarakat Batak dan beberapa tahun kemudian ia menebus budak-budak .[2] Lalu mereka diberi Pendidikan Agama Kristen. Akhirnya Van Asselt pada bulan Mei 1864 berhasil mendirikan sebuah jemaat Kristen pertama di Sipirok yang angotanya terdiri dari bekas-bekas budak yang dibeli kemudian dibebaskan tetapi cara itu tidak selamanya dapat dipakai oleh Van Asselt karena untuk membebasakan para budak itu membutuhkan uang yang banyak.[3] Pada tangal 31 Maret 1861 dua orang diantara mereka dibaptisnya, Jakobus Tampubolon dan Simon Siregar.
Saat perang hidayat di Kalimantan 4 orang PI dari RMG mati terbunuh tetapi seorang Missionaris yang bernama Klaemmer berhasil lolos melarikan diri ke Batavia. Lalu RMG  mencari lapangan kerja baru dan mengutus dua orang Pekabar Injil ke Sipirok dan tahun 1860 Klaemmer di perintahkan oleh Febri (Jerman) agar mengalihkan pekerjaanya ke Sumatera. Kemudian RMG menambah tenaga Penginjil dan mengirimkan Heine. Klaemmer dan Heine bersama-sama berangkat dari Batavia menuju Sipirok. Mereka disambut oleh Van Asselt dan Bezt (Mandor perkebunan Kopi dari Belanda) 7 Oktober 1863 terjadi perundingan dengan pekabar-pekabar Injil dari Belanda untuk rencana pekabaran Injil di tanah Batak tahun inilah yang disebut hari kelahiran Gereja Batak.[4] Sesudah saat inilah Pekabaran Injil di Tapanuli Merupakan semangat yang baru melalui kedatangan Nomensen.
Dalam tahun-tahun berikutnya, panitiwa Jawa melanjutkan karyanya di Angkola, tetapi jumlah orang Kristen masih sedikit setelah berusaha selama 60 tahun jumlahnya baru 5000 lebih. Jumlah yang kecil dianggab tidak sanggup hidup sebagai Gereja mandiri, maka pada tahun 1931 panitia jawa menyerahkan mereka kepada RMG, sehingga merupakan sebagian dari HKBP. Pada tahun 1975 HKBP  memenuhi keinginan-keinginan jemaatnya di Angkola sehingga mereka dapat membentuk Gereja sendiri, yang mula-mula disebut HKBP-A (angkola), dan sejak 1988 menyandang nama Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA).[5] Sejarah kekristenan di tanah Batak bagian Selatan  mengalami berbagai halangan dan rintangan  dan hampir pula mengalami kegagalan sama sekali. Tetapi kendati demikian yang kini nyata jelas kelihatan dan dapat dinikmati adalah buah dari rentetan perbuatan Tuhan Allah selaku lanjutan dari dipilihnya luat Angkola, Tapanuli Selatan, menjadi persemaian firman Allah.

 Masuknya Injil ke Saipar Dolok Hole
Perjumpaan Zending dengan masyarakat Saipar Dolok Hole, khususnya dengan wilayah Simanosor telah ada sejak Asselt- Zendeling Ermelo mulai bertugas di Sipirok (Parau Sorat) pada tahun 1857. Perjumpaan yang masih bersifat orientasi dalam rangka menjalin hubungan baik dengan raja-raja dan tokoh-tokoh berpengaruh dalam masyarakat, dilanjutkan dan diintensifkan oleh Zending Betz. Zending itu semula bekerja  untuk Zending Emerlo dan sejak 1861 untuk RMG di wilayah Bunga Bondar sebagai wilayah tugas penginjilannya dan wilaya Bungabondar sebagai pangkalannya. Kemudian Nomensen di tempatkan pula di Bungabondar membantu Betz, sebelum ia di tempatkan di Parausorat antara lain untuk mempersiapkan pembukaan seminari.[6] Sejak itulah kunjungan Zending dilakukan ke Saipar Dolok Hole dan tercipta hubungan baik dengan raja-raja di wilayah itu antara lain dengan raja Marhasuak Simanosor. Wajarlah kalau Nomensen yang di antar oleh Betz menginap di rumah sahabat Marhasuak pada 7 Nopember 1863, sewaktu ia tiba di desa Simanosor dalam perjalanan dari Parausorat ke desa Silindung  melalui  Sibatangkayu. Pada kesempatan itu Marhasuak Hasibuan meminta supaya RMG menempatkan seorang guru di Simanosor untuk mengajar anak-anak.
Karena ketiadaan tenaga, permintaan itu baru dapat dipenuhi pada tanggal 6 Januari 1880. Sutz dengan rombongan di Simanosor untuk melantik Daniel Matondang sebagai Guru Penginjil di desa itu. Hari itu adalah hari penting bagi masyarakat Saipar Dolok Hole, awal masuknya injil di daerah itu sebagai awal hidup baru hidup dalam terang Kristus. Hari itu dirayakan menjadi pesta rakyat ungkapan kegembiraan dan rasa sukur dari raja-raja dan penduduk sekitarnya. Mengenai perkembangan Simanosor  setelah  marga Hasibuan menetap di wilayah itu menyusul pula marga-marga lain: marga Ritonga di Simangambat, marga Marpaung di Sipagimbar, Damparan dan di Parmocahan (Galanggang), marga Harahap dan Pasaribu di Parurean, Simatupang di Simangambat dan Tapus, serta Siregar di Sidapdap dan Banua.[7] Konstelasi marga-marga ini ternyata di kemudian hari berpengaruh pada terjadinya gerakan massal  ke arah penerimaan agama kristen di wilayah itu. Setelah raja pertama di babtis, maka ternyata orang (keluarga) bawahannya ingin masuk kristen bersama raja mereka. Hal demikian berdampak pula pada penerimaan raja dan marga lain akan berita kesukaan itu.
Pada tanggal 12 Pebruari 1880, mulailah Daniel Matondang menjalankan dwi-fungsinya: mengajar murid-murid sekolah dan menginjili calon-calon angota jemaat yaitu, mempersiapkan mereka untuk diterima menjadi Kristen. Tanggal 12 Pebruari di pandang sebagai hari jadi jemaat Simanosor, filial dari jemaat Bungabondar. Tanggal 12 Januari berlangsunglah di Simanosor pembabtisan massal yang dilayani oleh Schutz. Perkembangan Zending di Saipar Dolok Hole di usahakan oleh Daniel Matondang di Simanosor. Untuk memudahkan dan mempertinggi frekuensi kunjungan pelayanan Schutz maupun penginjil lainya ke wilayah itu telah dibangun pula Pasanggrahan di Simanosor. Tumbulah jemaat-jemaat baru seperti: Simangambat, Galanggang, Sipagimbar, Damparan, Lobu Sinaongan, Simatorkis dan Tapus. Gereja sederhana Yang di Simanosor diganti dengan yang lebih besar (9 x 14 meter) dan lebih representatif (atap seng, dinding papan). Bersamaan dengan pembangunan Gereja baru, di pertapakan yang sama dibangun rumah pendeta dan rumah jemaat. Raja Marhuasak Hasibuan pulalah yang tampil mempelopori dan merampungkan pembangunan itu.[8] Peresmian Gereja yang diperbaharui itu diselenggarakan pada 6 Juli 1980 bersamaan merayakan pesta jubeleum 100 tahun berdirinya jemaat Simanosor Sekolah Zending di Simanosor adalah sekolah pertama di Saipar Dolok Hole.
  

Sejarah Singkat Berdirinya GKPA di Desa Damparan Sampai Pada Saat ini
Kekristenan di desa Damparan berawal dari masuknya Raja Marpaung menjadi Kristen dan sesuai kebiasaan yang berlaku pada saat itu masyarakat cenderung mengikuti agama Rajanya.[9] Adapun yang merupakan sejarah berdirinya Gereja di desa ini adalah sebagai berikut:
a. Pada tahun 1890 Gereja masih berada di Lobuharambir, kira-kira 1 Km dari desa Damparan saat ini dan hanya berjumlah 11 KK, kebaktian dilakukan di rumah-rumah jemaat secara bergantian yang dilayani oleh Penatua.
b.  Pada tahun 1900 Gereja dipindahkan kembali sebelah barat Gereja saat ini dan Gereja itu di sebut dengan nama Pagaran Sidetcet. Gereja ini merupakan gereja darurat. Penatua berasal dari  desa Galanggang St. M Marpaung dan Guru jemaat Sander Hasibuan  mereka menjabat dari 1905-1908.
c. Pada tahun 1910 didirikan Gereja yang sudah ada menara  ukuran 6 x 9 M berbentuk rumah panggung dan yang menjadi guru jemaat saat itu Jonatan Pane.
d.  Tahun 1915 Gereja didirikan kembali dan disinilah Gereja berdiri sampai sekarang. Pada tahun itu juga jemaat menerima kiriman lonceng Gereja dari Jerman.
e. Tahun 1920 guru jemaat Imanuel Pasaribu yang berasal dari jemaat Simanosor Gereja. Pada tahun itu juga sekolah Zending dibuka di Damparan dan yang menjadi guru adalah:
 Petrus Marbun dan Ruben Marbun, Predris, Atas Marpaung, B. Ritonga, P. Lubis, A. Tambunan, H. Hasibuan,  D. Simatupang.[10]
f. Tahun 1946  guru jemaat K. Pasaribu  dan  Penatua St, Pasaribu, Gr. R pasaribu, St. J Pane. Dalam masa ini jemaat mengalami kesulitan dalam bidang operasional Gereja 1950 di adakan pungutan 2 kaleng Padi per kk. Tahun 1975 K. Pasaribu pindah dari desa ini karena tuntutan profesinya sebagai Guru dan dengan ini diadakan kembali pemilihan Penatua jemaat dan terpilih St. A sibarani dan di bawah  kepemimpinannya 1962 pembangunan Gereja ukuran  9 x 14 M dengan model Gereja semi permanen.
g. Tahun 1968  K Pasaribu kembali ke desa Damparan dan menjabat kembali sebagai Guru jemaat. 1 Agustus 1993 pesta pembangunan Gereja di lakukan kembali dengan ukuran yang lebih besar 12 x 22 M dan untuk dana pembangunan tersebut atas kesepakatan bersama setiap kk memberikan 5 kaleng padi setiap masa panen (pada saat itu masih satu kali dalam setahun, berbeda dengan saat ini panen dua kali dalam satu tahun), 1994 lelang di adakan satu kali dalam sebulan dan setiap kebaktian minggu diadakan pengumpulan persembahan untuk kas pembangunan dan kebiasaan mengumpulkan persembahan masih berlaku sampai saat ini. Setelah K pasaribu priode selanjutnya  yang menjadi Guru jemaat adalah M. Sitinjak karena beliau meninggal dunia sebelum masa kepemimpinannya berakhir jabatan Guru jemaat di gantikan oleh B. Pasaribu.
a.         28 April 2002 A. Sibarani terpilih menjadi Guru jemaat dan pada masa kepemimpinan beliau pembangunan Gereja dilakukan, kondisi Gereja yang sudah tua dan tidak dapat menampung jemaat terutama pada hari natal dan Tahun baru. Pada tanggal 10 Agustus 2003 pesta pembangunandilakukan khusus untuk wilayah distik 2 Sipirok dolok Hole dan pada tanggal 15 Agustus 2004 pesta pembangunan diadakan kembali dengan ruang lingkup yang lebih besar se GKPA. Pada tahun 2006 diadakan pesta pangopoion hingga saat ini tahun 2011 kami sangat bersukur karena kasih dan penyertaan Allah, jemaat yang pada tahun 1980 hanya 11 kk telah menjadi 90 kk dan jemaat ini telah berumur 121 tahun.[11] 
Data ini memang  tidak memberikan  keterangan yang akurat mengenai masuknya kekristenan hingga berdirinya Gereja di desa Damparan, hal ini karena tidak adanya data tertulis serta orang yang menjadi saksi hidup berdirinya Gereja GKPA desa Damparan.

Keadaan Jemaat di GKPA Desa Damparan
Penduduk desa damparan secara keseluruhan berjumlah kurang lebih 500 jiwa dan  110 kk. 85% beragama Kristen Protestan dan 15% agama Islam. Kerukunan antar umat beragama terjalin dengan baik. Pekerjaan dari setiap penduduk di desa ini adalah Petani. Hasil pertanian yang utama Padi dan untuk penghasilan tambahan biasanya penduduk berladang tanaman palawijau seperti Kacang, Jagung, sayur-sayuran, Ubi, sebagai membuat Gula merah,  dan pedagang. Sedangkan pegawai (guru SD) hanya terdiri dari 4 orang yaitu 2 Pegawai Negeri Sipil,1 orang ayah dan 1 ibu, dan 2 orang pegawai nonorer yaitu 1 oranng ibu dan 1 orang ayah. Pegawai Pemerintahan desa satu orang (sekretaris desa).

Jumlah Jemaat di GKPA Desa Damparan Tahun 2011
Jumlah seluruh anggota jemaat GKPA desa Damparan adalah sebagai berikut:
No
Statistik GKPA desa Damparan
Jumlah
1
Bapak                         
75 orang
2
Ibu      
105 orang
3
Pemuda
73 orang
4
Pemudi
57 orang
5
Katekisasi Sidi laki-laki
6 orang
6
Katekisasi Sidi Perempuan
10 orang
7
Anak Sekolah Minggu Laki-laki
62 orang
8
Anak Sekolah Minggu Perempuan
54 orang
Jumlah keseluruhan
442 orang

             Jemaat GKPA desa Damparan terdiri dari 90 kk dan yang mempunyai anak remaja terdiri dari 27 kk dan pada tabel di atas saya tidak mencantumkan jumlah anak remaja karena di jemaat GKPA desa Damparan kategori anak remaja dikhususkan kepada anak  yang belum naik sidi dan pada umumnya setelah naik Sidi anak sudah dikategorikan pemuda dengan umur antara 14-16 tahun.[12] Dan dalam penelitian ini penulis meneliti orangtua yang mempunyai anak remaja mulai dari 12-21 tahun dan hal ini sesuai dengan kategori umur remaja awal sapai remaja akhir yaitu, 27 remaja laki-laki dan 27 remaja perempuan dan jumlah keseluruhan 54 orang. `


[1]  Sutan, Kali, Bonar, Seratus Tahun Kekristenan Dalam Sejara Rakyat Batak, Jakarta: Panitia Distrik IX Perayaan Yubilium, tth, 27
[2] Umumnya budak adalah pihak musuh yang berhasil ditaklukan  dan di tawan dan berdasarkan hukum yang berlaku mereka dijadikan budak. Namun seorang budak tidak akan tetap menjadi seorang budak, kalau ada orang yang membeli dan membebaskannya, ia akan diakui sebagai orang bebas yang mempunyai hak dan kewajiban.  Andar,Lumbantobing, Makna Wibawa Jawaban Dalam Budaya Batak, Jakarta: BPK-GM, 1992, 67
[3] Andar, Lumbantobing, Op.Cit., 67
[4] Th. Van, Den, End,  Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK-GM, 2008, 263
[5] Th.van, Den, End & J, Weitjens, Ragi Carita 2, Jakarta: BPK-GM, 2009, 183
[6] J.U. Siregar, Dari Gereja Zending ke GKPA (Sejarah Perwujudan GKPA dengan Latar Belakang Perjalanan Zending di Daerah Angkola dan Mandailing). Padang Sidempuan: Kantor Pusat GKPA, 1999, 159
[7] J.U. Siregar, Op. Cit.,160
[8] Ibid.,161-164
[9]  Hasil wawancara dengan bapak R. Marpaung selaku kepala adat di desa Damparan pada tanggal  3 Maret 2011, jam 20.00-21.00 Wib
[10] Menurut bapak A. Sibarani Pada umunya mereka menjadi guru jemaat di desa Damparan tetapi sangat disayangkan data pengenai tahun mereka menjabat tidak dapat diperoleh ini karena tidak ada lagi saksi hidup yang dapat diminta keterangan. Hasil wawancara penulis pada tanggal 3 Maret 2011 jam  7. 15 – 7.30 Wib.
[11]  Informasi  ini saya peroleh dari buku inventaris gereja, dengan perantara St. A. Sibarani pada tanggal 3 Maret jam 7.00 Wib.
[12] Data mengenai satistik jemaat GKPA desa Damparan saya peroleh dari St. A Sibarani. Dan data mengenai jumlah anak remaja penulis peroleh setelah melakukan penbelitiaan di lapangan mulai dari tanggal 28 Pebruari sampai tanggal 6 Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

konseling space