ANGKOLA KONSELING MINISTRY

Minggu, 20 Februari 2011

PERLENGKAPAN SEORANG KONSELOR 
Konseling itu adalah talenta dan spiritual gift (karunia rohani). Perbedaan ini penting untuk dipahami, karena di luar iman Kristen ada banyak yang mempunyai dan mendapatkan talenta dari Tuhan untuk menjadi konselor.
Ada konselor-konselor non-Kristen yang sangat baik. Saya sempat belajar konseling dari orang-orang yang memiliki "iman" yang berbeda. Dan saya sungguh banyak belajar. Artinya mereka adalah orang-orang yang mendapat talenta untuk betul-betul dipakai dalam menolong orang. Dan itu dilakukan oleh mereka yang non-Kristen. Jadi saya percaya bahwa Tuhan juga memberikan talenta kepada orang-orang di luar Kristus untuk pelayanan konseling. Tetapi saya katakan, khusus untuk orang-orang Kristen hal itu merupakan talenta dan karunia rohani.
Dalam I Korintus 12, di antara karunia-karunia yang Tuhan berikan, ada karunia untuk memberikan nasehat. Itulah karunia rohani. Ada juga di Roma 12 dan Efesus 4 daftar karunia rohani, walau tidak lengkap, yang mencantumkan karunia konseling. Dan konseling sebagai karunia rohani diberikan kepada mereka yang tidak mempunyai talenta konseling. Jadi tidak semua orang mendapatkan talenta dan karunia rohani konseling.
Saya percaya Roh Kudus bisa memakai setiap individu, dan siapa pun bisa menjadi konselor. Pada saat-saat tertentu Anda dapat dipakai oleh Roh Tuhan untuk menjadi penolong bagi orang lain. Tetapi ada yang khusus yang Tuhan berikan, yaitu karunia rohani. Tujuannya adalah untuk menolong saudara-saudara seiman agar bersama-sama membangun tubuh Kristus. Jadi karunai rohani ini adalah untuk membangun gereja, supaya gereja di tengah dunia ini dapat menyatakan kehadiran Kristus, sehingga kehadiran-Nya itu berfungsi secara maksimal sebagaimana yang dihendaki Allah. Karena setiap anggota gereja adalah orang-orang berdosa, pasti ada hal-hal tertentu yang perlu dibantu.
Sebagai gambaran. Dalam konteks pembangunan tubuh Kristus, maka semua kegiatan gereja tujuannya hanya satu: menolong setiap orang Kristen agar bertumbuh menjadi serupa dengan gambar Kristus. Semua kegiatan seperti: kotbah, KKR, persekutuan doa, perkunjungan, paduan suara, PA, sekolah minggu, semuanya mempunyai satu tujuan, yaitu bagaimana menolong setiap orang percaya bertumbuh menjadi serupa dengan gambar Kristus (Roma 8).
Tetapi, kalau kita perhatikan dengan sungguh bagaimana menjadi gambar Kristus, ternyata ada banyak hambatan. Hambatan utama adalah sinful nature (natur dosa). Contoh: beberapa tahun lalu, ada seorang pemuda aktifis gereja yang dengan jujur mengatakan bahwa ia tidak tahu apakah ia sudah diselamatkan atau belum. Dalam percakapan-percakapan berikutnya, kami sampai pada satu poin bahwa keraguannya itu disebabkan oleh keterikatannya pada hal yang umumnya dialami anak muda, yaitu jerat dosa masturbasi.







Objek Mata Otak
Gambar 1
Proses transmisi objek ke oksipital (satu bagian dari otak yang melihat) melalui mata.
Saya membuat satu gambar sederhana (lihat Gambar 1) tentang bagaimana mata dan otak bekerja ketika melihat suatu objek. Gambar biasanya ditangkap oleh mata secara terbalik. Lalu rangsangan gambar itu diteruskan ke otak. Dan otak itu bukan hanya terdiri dari belahan kiri dan kanan saja. Kalau yang kanan terpukul, maka yang kiri lumpuh, atau sebaliknya. Sebenarnya otak itu seperti suatu komputer yang luar biasa canggihnya, karena setiap detil hidup dan tubuh kita diatur oleh otak, termasuk mata.
Ketika pemuda itu melihat gambar porno, sebenarnya ke mana perginya gambar itu? Rangsangan itu diteruskan ke salah satu bagian dari otak yang namanya oksipital. Kalau oksipital itu rusak, meski mata utuh, sehat dan sempurna, kita bisa buta. Karena sebenarnya yang melihat adalah otak kita. Ini merupakan misteri ciptaan Tuhan. Jadi mata hanya melanjutkan rangsangan tersebut seperti halnya sebuah kamera.
Ketika gambar dan film porno itu diteruskan ke oksipital, maka oksipital meneruskannya ke bagian paling depan dari otak yang namanya frontal, yang menyimpan memori-memori. Begitu sampai ke sana langsung `beritanya' dilanjutkan ke alat kemaluannya, ke gonad, lalu terangsanglah ia dan ia pun mengulang masturbasi tersebut. Itulah yang terjadi.
Sekarang pemuda ini tidak lagi mau melihat gambar porno, namun ada faktor repetisi. Kalau pengulangan hanya satu kali, tidak akan tercipta pola. Tetapi karena perbuatan itu diulang-ulang selama bertahun-tahun, terciptalah suatu pola yang tidak akan pernah akan hilang seumur hidupnya. Inilah yang Rasul Paulus katakan dalam Roma 7: Di dalam tubuhku ada 2 macam hukum: 1. hukum akal budiku tahu sekali bagaimana seharusnya aku menuruti kehendak Tuhan, tetapi 2. hukum daging tidak dapat melakukannya. Mungkin Paulus bukan pezinah, mungkin ia seorang pendendam, saya tidak tahu, karena ia tidak menyingkapkannya.
Kalau sudah ada pola-pola tertentu, rangsangan kecil saja, seperti sehelai rambut atau tinggal di hotel yang kosong, walau pemuda ini tidak lagi melihat gambar porno, otaknya bergerak sendiri. Aneh sekali! Memori-memori lama mengenai adegan-adegan yang pernah ia bayangkan atau yang pernah ia lihat muncul kembali. Otak secara independen bisa menciptakan cerita. Aneh ya manusia itu? Walau otak hanya memiliki `bahan cerita' hanya dari A sampai D, tetapi nanti otak akan menciptakan E, F, G, dan seterusnya, membentuk cerita-ceritanya sendiri. Sehingga manusia itu tidak pernah lepas dari hal ini. Lalu siapa yang akan menolong?
Tujuan konseling adalah agar orang lain serupa dengan Kristus dalam natur dosa yang menjeratnya: ada yang sombong, ada yang tidak bisa kerjasama dengan orang lain, ada yang rendah diri, ada yang pemalas, ada yang kecanduan drugs, ada masalah seksual, gila hormat. Natur dosa itu menjadi masalah bagi manusia ketika hal itu sudah unbearable (di luar kemampuan).
Disebut unbearable artinya fungsi-fungsi hidup kita sudah terganggu (lihat Gambar 2). Ketika fungsi-fungsi tersebut bergerak, bergumul, jatuh-bangun, naik-turun, it's OK. Artinya Anda masih bisa tangani. Tetapi ketika hal itu sudah di luar ambang kemampuan Anda, suatu area di mana Anda tidak mampu mengontrol diri, dan yang menimbulkan efek samping, seperti hubungan dengan suami, dengan istri, dengan anak, pekerjaan, dan seterusnya, pada saat itulah Anda akan mencari bantuan. Anda membutuhkan orang yang bisa menolong. Dan menolong orang bukanlah memberi nasehat. Ini menjadi suatu masalah. Orang biasanya berpikir bahwa konseling itu adalah memberi nasehat. Maka, saat melakukan konseling ia selalu mengambil ayat dan mendoakan. That's not counseling!





OK Not OK unbearable
Gambar 2
Jadi, manusia tidak bisa lepas dari natur dosa dengan firman Tuhan (yang secara verbal diucapkan dari mulut manusia). Meski kita tahu peran konselor sebagai pendamai, namun dalam contoh Eudike dan Sintike (Filipi 4:2) yang adalah hamba-hamba Tuhan, saudara seiman dan rekan kerja, juga mengalami konflik. Paulus pun tidak mampu menyelesaikannya. Paulus merasa tidak memiliki karunia konseling. Jadi jangan kira karena Paulus dekat dengan Tuhan dia bisa konseling. Tidak! Dia malah minta tolong, "Bantulah Eudike dan Sintike!" Paulus sendiri berkonflik dengan Barnabas karena masalah keponakan Barnabas: Markus (Kisah Rasul 15). Ceritanya Markus pernah diajak untuk penginjilan, ternyata di tengah jalan, entah sebab apa, Markus meninggalkan Paulus dan Barnabas. Paulus marah, karena melihat anak ini tidak bertanggung jawab. Saat Barnabas hendak mengajak Markus kembali, Paulus katakan: tidak. Lalu terjadilah pertengkaran yang hebat.
Jadi jangan pikir kalau orang yang kenal Tuhan, otomatis dia bisa konseling dan menyelesaikan natur dosanya. Apa karena sudah dikotbahi baik-baik, tahu doktrin yang benar, tahu firman Tuhan yang benar, lalu ia jadi orang baik? Nonsense! Anda harus sadar bahwa firman Tuhan itu tidak sama dengan doktrin, tidak sama dengan garis-garis huruf dalam Alkitab. Maka dikatakan dalam Alkitab bahwa huruf itu mematikan, tetapi roh menghidupkan.
Jadi firman itu must be used by the Holy Spirit, yang berkarya dan yang menyatakannya bagi manusia. Bagaimana Roh Kudus menyatakan firman bila natur dosa terus menggeroti manusia? Manusia jadi tidak peka, artinya ada area di mana manusia tidak sadar akan kondisinya. Apakah mengerti firman dengan sendirinya hal itu akan menjadi beres? No way! Justru itulah the art of counseling. Konseling, sebagai karunia rohani, diberikan kepada anak-anak Tuhan dalam natur dosa, mereka tahu yang benar, tetapi tidak mampu melakukannya. Sering terjadi salah kaprah. Ketika konseling berlangsung, konselor langsung memberi nasehat, mendoakan, mengutip ayat-ayat Alkitab. Counseling is not teaching! Contohnya, ada banyak hamba Tuhan yang wataknya sangat buruk.
Ketika belajar konseling perlu diperhatikan Amsal 20:5, "Rancangan di dalam hati manusia itu seperti air yang dalam, tetapi orang yang pandai tahu menimbanya." Bahasa asli `rancangan' adalah tebuna, artinya sesuatu yang sangat rahasia, yang terkadang ada dalam alam tak sadar (unconsciousnes). Orang tidak menyadarinya, namun melalui percakapan konseling hal itu dapat muncul di alam sadar. Aneh! Itulah seninya konseling. Percakapan demikian dianugerahkan Tuhan sebagai karunia rohani.
Saya, khususnya pengalaman saat melatih para hamba Tuhan dalam konseling, melihat bahwa orang-orang yang tidak memiliki karunia rohani sangat sulit melakukan percakapan itu. Benar-benar sulit. Meski orangnya pintar, di saat latihan akan kelihatan minimnya perlengkapan yang dimilikinya sebagai seorang konselor, yaitu: pendamai, penasehat, pembangkit kesadaran diri, co-parakletos (parakletos, artinya Roh Kudus - jadi co-parakletos adalah asisten Roh).
Parakletos adalah Roh Allah yang menyertai kita. Aneh! Sang Konselor Agung tidak pernah mengambil alih tugas manusia. Ia tentu dengan mudahnya dapat mengubah manusia, karena Ia adalah Allah sendiri. Tetapi Ia tidak melakukan hal tersebut. Cara kerja inilah yang kita jadikan prinsip, bahwa karunia rohani konseling harus demikian, tidak boleh memaksakan kehendak. Kalau kita mengkhotbahi orang, memaksa orang itu untuk berubah, itu bukan konseling! Justru konseling menolong orang menemukan kesadarannya terlebih dulu. Untuk menemukan kesadarannya itu, Yesaya mengatakan bahwa gunung-gunung harus diratakan dulu, jalan berkelok-kelok diluruskan dulu, lembah-lembah ditimbun dulu supaya jalan tersebut menjadi rata, sehingga kehadiran Raja Kemuliaan itu dapat dirasakan.
Terkadang dalam konseling ada konfrontasi. Namun hal itu tidak boleh dilakukan pada tahap awal konseling. Konfrontasi dilakukan ketika orang tersebut sudah sadar, sudah berkali-kali secara sadar menunjukkan suatu respon, tetapi ia tetap mengulang dosanya. Orang-orang kecanduan, seperti pornografi, drugs, homoseks, tanpa konfrontasi tidak akan berhasil. Karena itu, ia perlu ditempatkan pada satu posisi di mana ia akhirnya berkata, "I have no other choice!" Dan kita juga dapat berkata, "Kalau kamu tidak terima ini, kita hentikan konseling dan tidak perlu diteruskan. Karena kamu sengaja mengeraskan hati dan menolak Tuhan."
Secara umum kita dapat mengenali apakah kita memiliki talenta dan karunia rohani konseling:
Pertama, kita adalah individu yang sangat tertarik pada manusia (dengan 1001 macam aspek kehidupannya: tingkah laku, pikiran, bahkan keunikan kepribadiannya). Jangan pikir semua orang tertarik pada manusia. Saya kenal hamba Tuhan yang tidak tertarik pada manusia. Ia hanya tertarik dengan berapa jumlah orang yang datang ke gerejanya. Manusia di hadapannya tidak lebih dari sekedar number. Dia tidak memiliki kepedulian. Orang yang tertarik dengan manusia seringkali menggali hidupnya. Sering membuat refleksi pribadi. Contohnya, ketika melihat tiga penyanyi diva bernyanyi, di mana suaranya menurut saya tidak terlalu bagus, lagunya juga tidak menarik, tetapi heran banyak orang jingkrak-jingkrak. Saya pikir, barangkali saya sudah ketinggalan zaman. Lalu saya mulai mengerti bahwa antara saya dan mereka yang jingkrak-jingkrak itu psychologically speaking different.
Suatu hari saya pergi dengan keponakan saya. Di jalan saya setel lagu-lagu tempo dulu, seperti Born Free, Love Has So Many Splendored Things. Ketika saya setel lagu-lagu itu, keponakan saya ngomong," Om, koq itu terus sih yang disetel!" Saya jadi malu. Apa yang saya nikmati dan apa yang dia nikmati begitu berbeda. Saya tidak mengerti itu. Saya mulai bertanya dalam hati, "Apa yang sedang terjadi di dalam jiwa saya dan jiwanya. Mengapa sampai kepada satu poin selera saya dan dia berbeda?"
Bila Anda biasa mengamati manusia, seperti di rumah sakit, Anda akan melihat ada keluarga-keluarga yang berkerumun di sana. Ada istrinya, anaknya dan anggota keluarga lainnya. Coba Anda perhatikan. Sikap mereka tidak selalu seperti apa yang seharusnya. Kadang kita heran. Misalnya suami kena kanker ganas lebih dari tiga bulan, namun tidak mati-mati. Seringkali istri dan anaknya jadi tidak sabaran. Bisa jadi seminggu tidak jenguk-jenguk, karena sudah bosan. Saya terkadang masuk ruangan orang sakit dengan perasaan sedih, namun saya melihat wajah-wajah keluarga yang tidak sedih. Ada yang bercanda ria, ada yang terus makan. Coba anda amati hidup ini.
Baru-baru ini saya lihat beberapa tempat bekas bangunan yang ambruk karena gempa di Yogya. Saya melihat tingkah laku manusia menarik sekali. Ada ibu yang sudah tua sedang berjualan. Nilai seluruh dagangannya barangkali tidak lebih dari Rp 20.000. Hidup dari apa ibu ini? Tetapi wajahnya sumringah (ceria), dia tidak murung. Dan ibu ini manusia. Tetapi ada orang Kristen, dan saya heran, yang tokonya sedikit sepi langsung depresi. Ia minta hamba Tuhan mendoakan, atau mengadakan kebaktian di rumahnya. Saya bingung! Sebenarnya beriman apa nggak sih ini? Tetapi hal itu bukan soal iman. Ini masalah manusia.
Kalau tidak biasa tertarik dengan manusia, Anda saat baca koran tidak akan tertarik dengan puisi-puisi anak dan remaja. Saya kliping beberapa lukisan atau gambar yang mereka buat. Ada lukisan matahari yang dibuat oleh anak kelas satu SD. Menarik sekali! Ada sesuatu yang membuat saya berpikir, "Luar biasa Tuhan menciptakan manusia...!" Jadi kalau kita bertanya siapa yang mendapat karunia rohani konseling, jawabannya adalah orang yang tertarik dengan manusia.
Anda akan sering menggali, mencerna hidup ini. Lakukanlah refleksi diri. Jangan takut! Saya kadang heran, mengapa hari ini saya dalam satu jam terakhir sering melihat kaca. Secara sadar saya kadang-kadang tersenyum sendiri di muka kaca. Apa saya ini gendeng (gila)? Kalau mau pergi, saya tersenyum, tertawa di depan kaca. Saya bertanya, "What's happening di dalam jiwa saya?" Terkadang saya melakukan kebiasaan masa kecil saya. Saat saya sedang sendiri di kamar menonton TV, saya menggaruk-garuk kaki saya lalu saya mau cium bau kaki itu. Saya sadar, kenapa saya mau mencium bau kaki saya sendiri? This is life! Ini kita. Apa Anda pernah membuat refleksi diri?
Kalau tidak biasa membuat refleksi diri, Anda tidak akan kenal hidup ini. Pengenalan Anda akan tipis sekali. Orang cerita apa, Anda langsung menyimpulkan masalahnya apa. Padahal hidup itu tidak demikian. Selain itu, orang yang tertarik dengan manusia, memiliki perasaan terbeban terhadap mereka yang susah, mereka yang sedang bergumul. Terkadang saya mendapat empat sampai lima klien satu hari, kalau lagi tidak mengajar. Saya merasa jiwa saya buruk sekali, oleh karena setelah klien yang ke tiga, saya sudah exhausted, saya ingin mengatakan jangan `ganggu' saya lagi, saya tidak kuat untuk memberikan perhatian khusus. Karena itu saya mengingatkan Anda untuk mengenali diri Anda sendiri.
Jika Anda memiliki kelemahan-kelemahan tertentu, seperti saya yang setelah tiga jam konseling maka jam yang ke empat saya harus berhenti. Mengapa? Karena konseling itu beda dengan kotbah. Konseling membutuhkan konsentrasi yang penuh sekali. Dia ngomong apa saja, saya nggak boleh lewatkan. Termasuk nadanya. Melihat kaitan omongannya seperempat jam yang lalu dengan omongannya yang terakhir. Hal itu menyangkut seluruh kerangka pikirnya. Dan saya berikan refleksi bagi dia. Bagaimana dia menjawabnya, dan bagaimana saya menangkap. Apa saya bisa menangkap pola pikirnya? Apa perasaannya yang sesungguhnya?
Jadi jangan salah kaprah. Misalnya, seorang istri yang suaminya menyeleweng. Mungkin kita berkata, "Wah, pasti sedih." Belum tentu! Meski wajahnya sedih. Namun melalui percakapan, Anda akan mengetahuinya. Barangkali yang diinginkannya adalah agar suaminya cepat-cepat memaksanya cerai. Dalam hatinya mungkin berkata, "Saya ingin lepas dari orang brengsek ini!" Hal demikian seringkali terlewatkan, karena kita langsung simpati. Dan itu tidak boleh! Seringkali kita sudah menciptakan suasana yang arahnya mengakurkan mereka kembali. Padahal ia tidak mampu melawan guilty feeling terhadap kebenaran firman. Karena tidak mampu, ia ngikut, persis bebek yang digiring ke kandang. Padahal yang membuat arah itu kita sendiri. Seharusnya sebagai konselor kita mengikuti kemana saja klien ngomong. Biarkan klien ngomong apa saja. Karena klien itu mempunyai dunianya sendiri, dan keunikannya. Nah, demikianlah masalahnya itu baru nyata. Barangkali cara berpikirnya, perspektifnya atau reaksi emosinya. Di mana letak masalahnya? Hal itu tidak akan nyata, kalau Anda tidak memiliki kepekaan yang terlatih.
Saya terus terang, sesudah lewat tiga jam saya tidak mampu konseling lagi. Ada orang yang datang dari luar kota persis jam lima, namun dia giliran yang ke empat. Dan saya sudah konseling tiga jam. Waduh, bagaimana ini? Saya sudah tidak siap menjadi konselor. Saya hanya bisa berseru kepada Tuhan, "Tolong kasihanilah saya! Berikan saya kepekaan untuk mendengar apa yang dia ceritakan dan compassion untuk orang ini."
Dan harus ada keterbebanan. Meski kita tahu beban itu artinya apa. Namun ada konselor yang berlebihan. Ia secara emosi gampang terhanyut. Itu tidak sama dengan terbeban. Makanya saya bedakan empati dan simpati. Konselor tidak boleh simpati! Konselor hanya boleh empati. Empati artinya, saya turut merasakan apa yang kamu rasakan, saya menaruh ke dua kaki saya di sepatumu, saya menempatkan diri saya dalam konteks hidupmu. Seolah-olah saya mengalami dan merasakan hal yang sama, sehingga saya mengerti reaksimu. Sedang simpati artinya saya turut terhanyut dengan emosimu. Ketika saya melihat orang susah, saya betul-betul turut depresi. Hal itu tidak boleh terjadi.
Gary Collins, dosen saya, mengatakan, "Saat konseli keluar dari ruanganmu, kamu katakan: good bye! Kamu jangan pikirkan dia lagi. Sampai rumahmu, jangan pikirkan dia lagi. Dia adalah orang yang sudah kamu lupakan. Kalau kamu terus mengingatnya, kamu bukan seorang konselor yang baik. Oleh karena untuk konseling-konseling berikutnya, dan terhadap dirimu sendiri, kamu terpengaruh dengan konseli yang pertama tadi."
Kedua, kita adalah individu yang sangat terbeban (mempunyai spirit of compassionate dan care) sehingga mempunyai drive untuk menolong, mempunyai air mata untuk mereka yang menderita, dan selalu siap untuk menyediakan wakil khusus untuk oran-orang yang susah dan dalam pergumulan.
Ketiga, kita harus mempunyai kemampuan mendengar (kemampuan listening, emphaty, understanding, dan acceptance). Kita adalah individu yang mempunyai kestabilan dalam emosi, sehingga tidak hanyut untuk melakukan transference atau counterconference, emosionally explosive, menggantikan emphaty dengan syimphaty, berjiwa narcissistic, tidak dapat memelihara confidentiality. dan berjiwa judgemental fundamentalistic.
Kemampuan untuk mendengar namun bukan dengan telinga. Amsal 18:13 mengatakan bahwa orang yang terlalu cepat bicara sebelum mendengar, bodoh. Jadi tidak boleh berasumsi, berprasangka terhadap klien. Misalnya Anda mendengar dari orang lain tentang dia, Anda tidak boleh terpengaruh. Anda tidak boleh membawa agenda Anda sendiri. Anda harus berhadapan dengan dia dengan kemampuan mendengar.
Anda harus mendengarkannya sampai ceritanya selesai. Anda `mendengar' pola pikirnya. Misalnya, anaknya terjerat narkoba dan telah jatuh bangun selama lima tahun. Nah, Anda mulai mengerti. Orang yang biasa menggali hidup akan mengerti bahwa seluruh keluarga ini pasti mentally fatigue, capek. Ditipu, dibohongi. Anak keluar masuk rehabilitasi, mengalami didetoksifikasi puluhan kali. Dan ketika orang tuanya mengatakan bahwa mereka benar-benar mengasihi anak ini, dan ingin anak ini lepas dari narkoba, Anda jangan langsung berpikir bahwa mereka masih punya semangat yang tinggi untuk bekerjasama dengan konselor menyelesaikan masalah ini.
Saya berkali-kali kecele, karena saya pikir saya bisa melibatkan seluruh keluarga untuk menangani masalah ini. Ternyata yang selalu tidak menepati janji, selalu telat dan tidak melakukan pekerjaan rumah adalah orangtuanya. Sehingga menurut saya, 99% anak yang kena narkoba, yang perlu dikonseling itu adalah orangtuanya. Jadi melalui mendengar, Anda akan menangkap pola pikir. Sebenarnya ia ingin menyerahkan anak itu 100% kepada konselor, supaya mereka lepas tangan. Hal itu hanya dapat diketahui setelah berkali-kali bercakap dengan mereka. Dan Anda akan melihat cara berpikirnya yang tidak konsisten. Kata-kata bagus yang mereka ucapkan bukanlah yang sebenarnya. Ketika Anda memberi mereka tanggung jawab, mereka mulai terlihat tidak senang. "Kami berdua kerja, dan masih ada anak-anak lainnya. Pak, tolong jangan tuntut kami melakukan hal-hal yang kami tidak mampu lakukan," keluh mereka.
Healing process harus melibatkan keluarga. Karena ketika anak itu sembuh, lalu pulang dengan sistem yang sama, yang sakit dan disfungsional, ia akan jatuh kembali. Jadi siapa yang harus dikonseling? Ya, mesti orang tuanya dulu. The whole family. Namun bagaimana Anda menangkapnya? Tentu saja dengan mendengar. Jadi mendengar pola pikirnya, menangkap perspektif yang dia pakai, menangkap kerja emosinya. Mendengar itu bukan masalah 'ceritanya apa sih?' Persoalannya apa sih? Bukan itu! Siapa sebenarnya orang di depan saya ini? Mengapa dia melihat masalah sampai sedemikian? Mengapa dia bereaksi demikian? Mengapa sikapnya begitu? Lha, ini menjadi inti permasalahannya! Jadi saat Anda mendengar dengan baik, Anda akan melihat keunikannya. Jangan diinterupsi omongannya.
Hal yang harus dikembangkan adalah empati, yaitu suatu pengertian. Artinya, Anda mengerti mengapa ia begitu. Mengapa, misalnya, si A ini memiliki selera atau kebutuhan homoseksual? Anda mulai mengerti dengan mendengar: habis dia berasal dari keluarga yang seperti ini sih. Papanya itu begitu `lemah', sehingga male ego anak itu tidak bertumbuh. Dan mamanya sangat dominan. Sehingga saya mengerti mengapa remaja ini bertumbuh dengan kecenderungan homoseksual.
Kita tidak boleh punya judgmental spirit. Ketika tahu masalahnya homoseks, lalu Anda berkata bahwa ia berkanjang dalam dosa. Tidak boleh Anda berpikir demikian. Oleh karena itu kita harus mendengar dulu agar mengerti. Kalau Anda mengerti, Anda akan berpikir bahwa bila dalam kondisi dan posisinya, kita sama. Jadi jangan pernah berpikir bahwa Anda tidak mungkin jadi homoseks! Dengan menempatkan diri Anda dalam posisi orang itu, anda akan mengerti. Kalau saya seperti dia, saya juga akan jadi homo, misalnya. Demikianlah compassion muncul. Betapa tidak berdayanya manusia itu.
Penerimaan sangatlah penting. Anda harus berani menerima dia apa adanya. Konseling yang baik itu unconditionaly positive regard. Tidak tergantung pada kondisinya. Saya tetap respek terhadap dia sebagai individu yang utuh. Siapa pun dia! Bahkan saat ada pemikirannya untuk membunuh Mamanya. Jangan dihakimi! Anda dengar dulu. Anda coba terima dia. Ada waktunya dia sadar (he comes to his senses). Tetapi ada juga yang tidak menceritakannya karena terhambat selama puluhan tahun, temboknya tidak pernah runtuh. Aneh! Jadi manusia itu bisa begitu benci, misalnya, sampai mau membunuh Mamanya. Anda harus menolong dia. Dia sudah jujur. "Terkadang muncul dalam pikiran saya, kalau melihat Mama saya lagi duduk, saya ingin ambil pisau dan menusuknya," ungkapnya. Bagaimana sikap Anda?
Ketika anda mendengar, anda akan mulai mengerti dia. Anda akan terima dia. Seperti halnya Tuhan Yesus yang menghadapi perempuan yang berzinah. Dia mengatakan apa? "Aku juga tidak mengadili kamu," kata Yesus. Aneh ya! Dia yang Maha Suci berkata, "Go but sin no more!" Tetapi orang itu menjadi sadar. Dia sudah punya modal bahwa dirinya berharga. Hidup ini layak untuk diperjuangkan. Akhirnya dia punya suatu kesadaran diri yang baru. Yesus tidak lagi mengatakan, "Kamu punya kelemahan-kelemahan. Sebentar lagi kamu akan tergoda." Yesus hanya mengatakan bahwa Ia tidak mengadili dia, bahwa Ia juga tidak menghukum dia. Go but sin no more! Bayangkan, ini Great Counselor! Jadi kita harus mencontoh Tuhan Yesus.
Kita adalah individu yang memiliki kestabilan emosi, sehingga kita tidak terhanyut. Ada beberapa istilah psikologi untuk kata hanyut. Misalnya tranference atau countertranference. Adakalanya klien kita itu terlalu menekan. Sebenarnya perasaannya itu mau ditujukan kepada individu tertentu di masa lalu, sekarang perasaan itu ditujukan kepada kita. Misalnya, kebutuhannya yang tidak terpenuhi oleh Papanya yang disfungsional. Dia benar-benar merindukan Papa yang caring, hangat, yang memberi rasa aman, yang menerima dia, yang menghargai dia. Dan hal itu tidak pernah dia dapatkan. Sekarang ketemu dengan saya yang peduli, dan mau mendengarkannya berjam-jam. Lalu dia memindahkan kebutuhannya terhadap Papanya kepada saya. Dia jadi bergantung sekali. Nanti sampai rumah dia telepon lagi. Malam telepon lagi. Bawa makanan. Dia terlihat seperti anak saya. Kalau saya tidak hati-hati dan emosi tidak stabil, saya tidak bisa menyelesaikan kasus itu dengan baik.
Ada banyak orang yang disakiti suaminya. Suaminya tidak pernah mencintai dia, tidak pernah menghargai dia, tidak pernah lembut dengan dia, tidak pernah menjadi teman bicaranya. Dia merindukan suaminya yang baik. Ketika ketemu dengan konselor, laki-laki, peduli, apalagi wajahnya ganteng, dia bisa langsung transfer tanpa menyadarinya. Dia mendambakan suami seperti itu. Lalu, setiap kali mau pergi konseling dia ke salon dulu. Dia memakai pakaian yang menarik, dan memakai parfum yang khusus. Dia juga bisa bawa hadiah yang sifatnya pribadi, seperti cincin berlian yang ada matanya. Dia berkata bahwa itu sebagai tanda terimakasih. Namun barang itu sangat personal. Gimana, Anda terima apa tidak? Banyak orang yang membuat countertranference: kamu perlakukan saya begitu, saya sambut! Itu tidak boleh. Karena itu proses konseling tersebut harus diputus. Kedua hal tersebut membuat proses konseling jadi mandeg (berhenti).
Kita harus waspada. Kalau saya dikasih makanan yang sifatnya personal, saya bisa rasakan. Kalau sikapnya mulai personal, pada saat dia berbicara atau pada saat telepon, maka nada, suaranya mulai personal, saya mulai waspada. Hal pertama yang saya takuti adalah jangan sampai saya menikmati. Saya sebagai konselor, misalnya, sebelum ketemu dengan dia, saya sisiran, pakai parfum lalu buat janji di hotel. Ini berbahaya! Ini yang terjadi dengan ratusan konselor.
Konseling itu harus dalam tempat yang terbuka, pintunya kalau bisa diberi kaca agar Anda tidak berdua dengan dia dan melakukan sesuatu di mana orang lain tidak melihatnya. Itu tidak boleh. Saya sudah melayani di bidang konseling 35 tahun. Ada bermacam-macam pengalaman. Sehingga dari pengalaman-pengalaman seperti itu membuat saya waspada. Anda harus hati-hati dengan kedua hal tersebut.
Jadi, seorang konselor harus waspada dengan apa yang terjadi dengan dirinya sendiri. Pada saat perasaan-perasaan personal muncul, langsung diputuskan. Kemudian saya katakan, "Lain kali kamu ketemu Ibu, karena percakapan dengan saya sampai di sini saja." Nanti saya akan dengar dari Ibu bagaimana perkembangannya. Ini merupakan masalah yang harus kita waspadai. Setan itu pintar sekali menghancurkan hamba Tuhan melalui pelayanan konseling.
Hal lainnya emotinally explosive. Itu tidak boleh. Lalu menggantikan empati dengan simpati juga tidak boleh. Kita hanya boleh empati. Lalu, jangan berjiwa narsisistik. Narsisistik bukan hanya self-love melainkan juga self-hatred. Ia sangat menyadari kelemahannya dan berusaha menutupinya dengan tingkah laku yang bagus dan positif. Ini berbahaya. Konselor yang demikian mau melakukan konseling walau tempatnya `jauh' dan siap melayani sampai 24 jam. Mengapa? Karena ia mau konsele bergantung kepadanya. Itu tidak boleh! Satu jam sudah cukup. Jangan sampai kita narsisistik, di mana klien akhirnya tergantung kepada kita.
Selain itu masalah confidentiality. Percakapan yang terjadi tidak boleh diceritakan kepada orang lain. Sampai kapan? Sampai mati, kecuali dia sendiri yang membuka rahasianya. Juga jangan berjiwa menghakimi yang fundamentalistik, yang selalu memakai konsep-konsep teologi. Seakan semua teologi lain pasti sesat, dan hanya teologi yang saya punya yang benar. Kalau ada yang berpikir demikian dan menjadi konselor, berbahaya sekali! Tuhan berkarya melalui saudara seiman dalam denominasi-denominasi lain. Saya, misalnya, senang kalau puji-pujian diiringi dengan organ atau piano, dan puji-pujiannya bersifat hymnal. Ini memperlihatkan kepribadian tertentu. Namun saya juga harus respek dengan kepribadian lainnya.
Saya sering kotbah di gereja karismatik. Oleh karena pendeta, saya didudukkan di paling depan. Pada suatu waktu pemimpin pujian berkata, "Hari ini kita akan menari untuk Tuhan!" Wah, saya jadi bingung, saya harus menari bagaimana? Semua jemaat mulai menari dan jingkrak-jingkrak. Namun saya harus menyadari, bahwa Tuhan juga berkarya di kelompok ini. Mereka juga adalah kelompok yang Tuhan cintai. Mereka mempunyai cara tertentu, selera tertentu, dan model personalitas tertentu.
Model personalitas itu ada empat macam:
1. Tipe verbal. Contohnya saya. Tipe ini kalau mendengar firman, merasa diberkati kalau menstimulir kognitifnya. Kalau tidak dapat ide yang baru ia merasa tidak mendengar firman Tuhan. Padahal dalam Alkitab Tuhan sering mengulang firmannya. Dalam Matius saja berapa kali Yesus berbicara tentang anak-anak: `hendaklah kamu seperti anak kecil; jikalau kamu tidak seperti anak-anak.....' Tipe ini kalau ke gereja menuntut konsep-konsep atau ide-ide yang baru.
2. Tipe afektif. Orang-orang yang mau dengar firman Tuhan dan berbakti kalau emosinya dikenyangkan.
3. Tipe transendental. Kebanyakan tipe ini ada di gereja katolik. Tipe ini suka dengan pengalaman mistik. Melihat lilin dengan ruangan yang penerangan seperti tempat kedukaan, lalu ada orang berlutut di sana, dan pendeta muncul dengan jubah hitam, serta kata-kata dalam bahasa latin, sehingga muncul perasaan merinding.
4. Tipe sosial yang bersifat relasional. Tipe ini selalu berkata, "Jadi Kristen itu harus ada buktinya! Ada gempa bumi, bantu tidak?" Jadi ini hanya masalah model personalitas.
Kita juga adalah individu yang bisa dan suka bekerjasama dengan rekan-rekan yang lain, karena kesadaran bahwa setiap client dalam keunikannya seringkali cocok pada konselor tertentu (misalnya: client depressive harus dipengang seorang psikiater terlebih dahulu). Kita adalah individu yan sadar untuk tidak playing god (dengan merasa diri sakti dan memakai jalan pintas dengan doa-doa kesembuhan).
Keempat, kita adalah individu yang dapat membedakan antara panggilan dan tugas hamba Tuhan pemberita firman dengan konselor (yang tidak berkhotbah pada client-nya dan tidak berjiwa proselytism (propaganda agama)). Sehingga doa dan pembacaan Alkitab tidak dimanipulasi untuk mempermudah penyelesaian masalah client.
Kelima, kita adalah individu yang mampu membedakan antara reaksi subjektif atas precipitating factors (faktor-faktor pencetus) dan predisposing factors (faktor-faktor bawaan). Ketika klien berbicara tentang banyak hal, Anda jangan anggap itu persoalannya. Ini adalah kunci konseling! Dia ngomong apa aja, nangis-nangis luar biasa, dan walau ceritanya begitu lengkap, semua yang dia katakan adalah reaksi pribadinya atas faktor-faktor pencetus.
Anda camkan ini! Semua yang diceritakan klien bukan persoalan yang sebenarnya, melainkan suatu reaksi pribadi. Faktor-faktor pencetus tidak dapat dihindari. Misalnya, reaksi seorang istri yang punya suami yang tidak bisa kerja. Karena reaksi istri itu demikian, timbullah masalah. Jadi yang ia ceritakan itu sebenarnya adalah fenomena atau reaksinya atas faktor pencetus. Apa faktor tersebut? Ada banyak hal! Anak sakit, anak lahir cacat, atau suami nyeleweng, sesuatu yang tidak bisa dihindari dan yang tidak bisa diatur. Karena itu, fokus kita tidak boleh ke masalah ini.
Ketika mendengar kalimat `Wah, suamiku nyeleweng!', lalu Anda berpikir bagaimana caranya supaya ia tidak nyeleweng. Itu masalah kedua. Persoalan yang lebih penting adalah bagaimana menghadapi suami yang nyeleweng itu dan bagaimana ia mengambil sikap yang paling tepat. Di satu sisi ia bersikap tepat, sehingga, di sisi lain, suatu saat suaminya bisa sadar dan bertobat. Jadi masalah yang lebih penting bukan faktor pencetus, namun faktor bawaan.
Faktor bawaan berkenaan dengan pertanyaan: kamu itu siapa? Mengapa suamimu nyeleweng, lalu kamu selingkuh dengan laki-laki lain? Mengapa suamimu nyeleweng, kamu depresi? Siapa kamu ini? Mengapa anakmu cacat, lalu kamu titipkan dia? Mengapa kamu bereaksi begitu terhadap faktor pencetus dalam hidupmu? Nah, itu adalah faktor bawaan. That's the problem! Jadi anak cacat bukan masalah yang sebenarnya. Itu masalah kedua.
Di samping kelima hal di atas, ada beberapa hal lain yang berhubungan dengan perlengkapan konselor yaitu:
a. Konselor sebaiknya adalah individu dengan level kemampuan cognitive dalam hal analytical (menurut B. Bloom's Taxonomy) yang cukup tinggi karena membutuhkan ketajaman dan ketepatan dalam melakukan diagnosa persoalan client.. Sebab kalau kemampuan berpikirnya terlalu dibawah, Anda tidak bisa menganalisa orang. Untuk itu konselor haruslah pribadi yang pernah belajar psychology (introduksi, developmental, personality, dan psikologi abnormal), dan mempunyai konsep teologi yang sehat.
b. Seorang konselor juga harus mampu memakai berbagai perlengkapan konseling (instruments and tools) seperti misalnya memakai buku panduan konseling per telepon (konselor awam harus dibedakan dari konselor professional yang boleh memakai alat-alat tes, dan sebagainya). Untuk itu kita juga perlu kerja sama dengan rekan-rekan lainnya, atau disebut juga referral. Seorang awam, walau belajar, misalnya mengetes IQ, ia sebenarnya tidak layak. Hargailah setiap profesi. Serahkanlah itu kepada yang profesional. Misalnya, tetangga Anda bunuh diri. Anda jangan coba tangani. Anda harus tahu referral untuk itu adalah polisi. Begitu juga saat menghadapi klien. Ada klien yang sakit jiwa, misalnya psikofrenia jenis psikotik, Anda harus membawanya ke psikiater. Itu bukan klien Anda! Namun Anda tentu boleh membantu dia ketika membawanya ke rumah sakit atau menemui psikiater.
c. Seorang Konselor adalah individu yang mempunyai (mau diajar dan mengembangkan) berbagai skill untuk konseling (misal: rephrasing, reframing, verbal, observation, focusing skills).
_
Pertanyaan untuk tindak lanjut pembelajaran:
1. Setelah mempelajari materi di atas, apa sebenarnya arti Konseling dan pengertian apakah yang keliru tentang Konseling?
2. Sebagai seorang Konselor, kita perlu menghargai Model personalitas dari klien kita. Apa maksudnya? Dan apa saja yang disebut model Personalitas itu?
3. Hal-hal apa saja yang harus dimiliki oleh seorang Konselor dalam memberikan Konseling?
4. Hal-hal apa saja yang sering membuat seorang konselor jatuh? Cobalah peka pada diri sendiri: hal-hal apakah yang rawan untuk membuat Anda jatuh?
5. Hal-hal apa saja yang harus diwaspadai dan diperhatikan oleh seorang konselor? Cobalah membeikan contoh-contoh lain yang lebih konkret.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

konseling space